Chrome Pointer

Kamis, 24 Desember 2015

TIDAK KEJAR DUNIA


Dunia itu manis, menyilaukan, lagi memabukkan. Lazimnya para penguasa yang mampu menguasai dunia, maka orang-orang yang dekat dengan penguasa atau kekuasaan, tak pelak lagi, akan berusaha menyenangkan dan memuji-muji mereka untuk menarik hati dan mencari perhatian. Maka amatlah dilarang bagi ulama untuk berdekat-dekat dengan penguasa yang dzalim. Sebab prinsip setiap orang yang beragama (beriman), apalagi seorang ulama harus menentang mereka, dan menunjukkan kedzaliman dan keburukan perbuatannya. Mereka harus memberi teguran dengan nasihat-nasihat hikmah. Dalam prinsipnya, ulama tidak boleh takut kepada siapa pun, melainkan hanyalah kepada Allah: ". . . . Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang-orang yang berilmu pengetahuan (ulama) . . . ." (QS. Al-Aftr: 28)

Itulah sebabnya para ulama salaf hidupnya sederhana karena tidak mencari dunia. Mereka tidak bergantung pada penguasa atau orang kaya. Mereka berani menyampaikan yang benar dan menyuarakan penderitaan umatnya. Mereka tidak memoles pesan-pesan agama untuk menyenangkan para sponsornya (penguasa dzalim). Jika terikat dengan kepentingan dunia, terjadilah degradasi pada integritas ulama dan pesan agama yang disampaikannya. Ulama kehilangan keberaniannya, lantaran mereka mengonstruksi agama dengan memperhatikan pangsa pasar. Pesan agama diturunkan dari 'high culture' menjadi 'pop culture', ulama tidak lagi menuntun, tetapi dituntun oleh penguasa.

Tentang ulama yang mencari kemewahan dunia, Al-Ghazali menegaskan, bahwa sebetulnya ulama yang sejati tidak akan mencintai dunia. Dengan kecintaannya pada ilmu dunia tidak berarti lagi baginya. Pada kenyataannya, tidak jarang kita melihat ulama yang mengorbankan agama dan ilmunya untuk kepentingan dunia.

Dalam mewujudkan negeri yang baldatun thayyibatun warabbun ghafur, ulama dan umara harus seiring sejalan dalam kebaikan, umara mestinya menempatkan para ulama di posisi yang terhormat, dan ulama harus pula menunjukkan akhlakul karimahnya kepada penguasa khususnya dan kepada umat pada umumnya. Sering tidak kita sadari bahwa sebagai ulama, sesungguhnya tanggung jawab yang besar dalam membangun umat terletak di pundak mereka, yang oleh karena itu para ulama hendaknya senantiasa menjaga citra keulamaannya.

Fattaqullaha mastatha'tum

0 Comment: