Bismillahirrahmanirrahim
Telah menjadi pemahaman umum, dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang syubhat, yaitu sesuatu yang tak jelas kedudukan halal dan haramnya. Antara haram dan halal menjadi beda-beda tipis, sehingga membutuhkan kepiawaian dan kejelian kita dalam menilai dan memilahnya. Yang haq dan halal itu jelas adanya, begitupun lawannya yang batil dan haram. Tetapi dalam kondisi pergaulan hidup yang sarat pertarungan nilai, posisi halal-haram atau haq-batil itu acapkali jadi buram dan tumpang-tindih. Pada kondisi keragu-raguan menetapkan halal-haramnya sesuatu itulah kita menyebutnya sebagai syubhat.
Apabila kita bertemu dengan sesuatu yang mengandung nilai syubhat maka Rasulullah SAW mengajarkan, "Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu." (HR Tarmidzi, Nasai, Hakim, Ibn Hiban)
Ada 2 cara yang dapat menghindarkan kita dari hal-hal syubhat, yakni:
1. Kontrol Diri
Sebagai umat Islam kita amatlah dihargai posisinya tatkala kita mampu bertimbang dan cepat membaca dalam menghadapi persoalan yang syubhat, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah, "Sesungguhnya Allah mencintai pengamatan yang teliti pada saat timbul hal-hal yang meragukan dan menyukai akal yang sempurna pada saat diserbu berbagai syahwat." (HR Abu Nuaim).
Dari konteks ini yang dapat kita tarik hikmahnya adalah lagi-lagi bertumpu kepada persoalan kemampuan mengendalikan diri, dan tepatnya pengendalian hawa nafsu. Apabila nafsu menguasai diri, maka hal-hal yang berbau syubhat itu bisa saja kita abaikan atau anggap sepele, lalu dengan mudahnya kita mengatakan: Ini persoalan mubah
(boleh), sebab belum jelas kedudukan haramnya, mainkan saja!
Tetapi kalaulah kita telah mampu mengontrol dan mengendalikan hawa nafsu, tentulah hal-hal yang berbau syubhat itu dengan amat mudahnya kita tinggalkan, karena kita takut melakukan kesalahan atau kekeliruan.
2. Penguatan Batin
Ada ungkapan lama yang jarang lagi terdengar dari peribahasa Melayu: 'Menggantang Asap Mengukir Langit' yang maknanya mengerjakan hal yang bukan-bukan dan sia-sia; juga ungkapan terhadap seseorang yang telah melakukan kekeliruan dalam ujaran: Seperti orang menggantang asap.
Bahwa apa yang terjadi di pelataran negeri kita yang bertumpu pada digelandangnya orang-orang terkenal menjadi tersangka kasus yang diduga korupsi atau bahkan telah dinobatkan sebagai pesakitan di rumah tahanan adalah menjadi jawaban ketika mereka lalai dan sibuk dalam tema-tema yang syubhat dan berisiko. Sadari atau tidak pada sebelumnya.
Jabatan, kedudukan ataupun popularitas seseorang acapkali melalaikan kita dari fungsi kontrol diri, akibat tiupan dan tipuan duniawiyah yang menjanjikan. Maka, dibutuhkan ketangguhan diri secara zhahir dan bathin. Tidaklah menjadi jaminan apa yang dicitrakan baik dari sosok para tokoh dari komunitas yang menslogankan diri sebagai bersih, jujur dan adil itu lalu serta-mesta 'terbebas' dari jeratan syubhat yang bahkan berujung mudharat. Siapa pun kita. Sebab kita bukanlah berkelas nabi.. Dalam konteks ini, Rasulullah SAW berdoa untuk penguatan batin dan peneguhan diri: "Ya Allah jadikanlah batinku lebih baik daripada lahirku, dan jadikanlah lahirku salih." (HR Tarmidzi).
Lembar Risalah
An-Natijah
Created by: M. Atik Asy'arie
0 Comment:
Posting Komentar