Chrome Pointer

Jumat, 04 Desember 2015

AKU DAN TARI JILID XVI: “HIDUP BARUNYA SEORANG MENTARI AS-SHAFA”


MENTARI AS-SHAFA
EMPAT TAHUN KEMUDIAN

Aku terjaga dari tidurku, silau matahari yang menerobos celah jendela kamarku telah membangunkanku dari tidur lelap. Aku memandangi sosok yang masih terlelap di sebelahku, cintaku yang begitu damai. Kemudian mataku beralih kearah jam dinding di kamarku, celaka…

Aku tersentak tak karuan  kala mengetahui waktu sudah menunjukan pukul  tujuh lebih dua puluh menit. Gawat, 40 menit lagi wawancara pertamaku akan di mulai. Aku tak mau sampai ditolak lantaran datang terlambat. Uhhh… kacau sekali, kenapa bisa bangun telat? dasar Tari bego. Batinku dalam hati.

Dengan tergesa-gesa aku masuk kamar mandi sekedar membasahi tubuh saja. Setelah itu berlari ke arah lemari pakaianku. Kutarik tergesa rok merah delimaku dan kukenakan dengan sama tergesanya. Usai berpakaian dan bersepatu aku berlari terburu keluar kamar.

“Sepertinya sayangku melupakan ini…” ucap seseorang  sambil menunjukkan tas di tangannya.

You also forget your handphone mom.” Dan Yang ini adalah suara seorang anak laki-laki sambil memperlihatkan handphone dalam genggaman tangan mungilnya.

Damn… aku hampir lupa, aku tak mungkin berangkat dan melakukan wawancara tanpa tas dan handphone-ku. Kemudian aku berbalik menghampiri mereka, kemudian tak lupa aku berikan kecupan ucapan selamat pagi kepada suami dan anakku. Setelah selesai dengan ritual pagi itu, aku terbirit berlari ke arah garasi. Kemudian mengemudi mobilku kencang meninggalkan pekarangan apartemen elit itu.

Tiga puluh menit kemudian aku sampai di perusahaan tempat dimana aku akan melakukan wawancara perdanaku. Dengan langkah mantap aku memasuki ruangan beraura menegangkan itu. Begitu berdebar hatiku, sesi tanya jawab pun dimulai. Satu jam terasa begitu lama, namun terbalaskan dengan hasil yang begitu manis. Aku melompat girang, mereka menerimaku, dan memintaku bekerja mulai besok. Aku harus memberitahukan kabar bahagia ini kepada Kak Distan dan Rangga – suami dan anakku.

Setiba di rumah, aku mengumumkan kabar bahagiaku itu, dan kalian tau? Aku mendapatkan satu batang cokelat dari Kak Distan, dan satu lagi dari anak kami Rangga. Itu adalah hadiah yang indah yang aku peroleh dari orang-orang terindah pula…

***

FLASHBACK

Setelah peristiwa naas di pantai pasir putih itu terjadi, Kak Distan mengalami koma lebih setahun. Kami semua sempat pesimis akan keadaannya, namun setelah melakukan perawatan intensif di luar negeri dalam kurun waktu yang tak sebentar  itu, akhirnya dia bisa pulih seperti sedia kala. Dan mengenai Dilla, seseorang yang pernah kukira sebagai selingkuhan Kak Distan itu, dia sudah mendapat donor mata dan berhasil merampungkan operasinya dengan sempurna. Sedangkan Davin, dia sangat beruntung karena keluarga Kak Distan tidak membawa kasus itu ke jalur hukum. Sekarang dia sedang menempuh pendidikan kedokterannya di Paris, Perancis. Dan aku sendiri, aku patut berbangga diri karena dapat menyelesaikan pendidikanku dalam waktu tak lebih dari 3 tahun.


Beberapa Bulan setelah kepulangan Kak Distan ke tanah air, dia bersama keluarganya datang menyambangi rumahku untuk melakukan prosesi lamaran. Dan betapa bahagianya aku, ternyata baik pihak keluarga kak Distan maupun pihak keluargaku tidak ada yang keberatan dengan hubungan cinta kami. Atas kesepakatan bersama, aku dan Kak Distan telah mengucap janji suci kami di depan altar pernikahan. Setelah pernikahan kami itu, aku dan kak Distan memutuskan tinggal bersama di sebuah apartemen elite di kawasan pusat kota Amsterdam. Dan kami juga telah memiliki seorang anak laki-laki tampan dan begitu menggemaskan itu, dialah Rangga.

***

To be continued..

0 Comment: