MENTARI
AS-SHAFA
EMPAT
TAHUN KEMUDIAN
Aku terjaga dari tidurku, silau matahari yang
menerobos celah jendela kamarku telah membangunkanku dari tidur lelap. Aku
memandangi sosok yang masih terlelap di sebelahku, cintaku yang begitu damai.
Kemudian mataku beralih kearah jam dinding di kamarku, celaka…
Aku tersentak tak karuan kala mengetahui waktu sudah menunjukan
pukul tujuh lebih dua puluh menit.
Gawat, 40 menit lagi wawancara pertamaku akan di mulai. Aku tak mau sampai
ditolak lantaran datang terlambat. Uhhh… kacau sekali, kenapa bisa bangun
telat? dasar Tari bego. Batinku dalam hati.
Dengan tergesa-gesa aku masuk kamar mandi sekedar
membasahi tubuh saja. Setelah itu berlari ke arah lemari pakaianku. Kutarik
tergesa rok merah delimaku dan kukenakan dengan sama tergesanya. Usai
berpakaian dan bersepatu aku berlari terburu keluar kamar.
“Sepertinya sayangku melupakan ini…” ucap
seseorang sambil menunjukkan tas di
tangannya.
“You also
forget your handphone mom.” Dan Yang ini adalah suara seorang anak laki-laki
sambil memperlihatkan handphone dalam
genggaman tangan mungilnya.
Damn… aku hampir lupa, aku tak mungkin berangkat dan
melakukan wawancara tanpa tas dan handphone-ku.
Kemudian aku berbalik menghampiri mereka, kemudian tak lupa aku berikan kecupan
ucapan selamat pagi kepada suami dan anakku. Setelah selesai dengan ritual pagi
itu, aku terbirit berlari ke arah garasi. Kemudian mengemudi mobilku kencang
meninggalkan pekarangan apartemen elit itu.
Tiga puluh menit kemudian aku sampai di perusahaan
tempat dimana aku akan melakukan wawancara perdanaku. Dengan langkah mantap aku
memasuki ruangan beraura menegangkan itu. Begitu berdebar hatiku, sesi tanya
jawab pun dimulai. Satu jam terasa begitu lama, namun terbalaskan dengan hasil
yang begitu manis. Aku melompat girang, mereka menerimaku, dan memintaku
bekerja mulai besok. Aku harus memberitahukan kabar bahagia ini kepada Kak
Distan dan Rangga – suami dan anakku.
Setiba di rumah, aku mengumumkan kabar bahagiaku
itu, dan kalian tau? Aku mendapatkan satu batang cokelat dari Kak Distan, dan
satu lagi dari anak kami Rangga. Itu adalah hadiah yang indah yang aku peroleh
dari orang-orang terindah pula…
***
FLASHBACK
Setelah peristiwa naas di pantai pasir putih itu
terjadi, Kak Distan mengalami koma lebih setahun. Kami semua sempat pesimis
akan keadaannya, namun setelah melakukan perawatan intensif di luar negeri
dalam kurun waktu yang tak sebentar itu,
akhirnya dia bisa pulih seperti sedia kala. Dan mengenai Dilla, seseorang yang
pernah kukira sebagai selingkuhan Kak Distan itu, dia sudah mendapat donor mata
dan berhasil merampungkan operasinya dengan sempurna. Sedangkan Davin, dia
sangat beruntung karena keluarga Kak Distan tidak membawa kasus itu ke jalur
hukum. Sekarang dia sedang menempuh pendidikan kedokterannya di Paris, Perancis.
Dan aku sendiri, aku patut berbangga diri karena dapat menyelesaikan
pendidikanku dalam waktu tak lebih dari 3 tahun.
Beberapa Bulan setelah kepulangan Kak Distan ke
tanah air, dia bersama keluarganya datang menyambangi rumahku untuk melakukan
prosesi lamaran. Dan betapa bahagianya aku, ternyata baik pihak keluarga kak
Distan maupun pihak keluargaku tidak ada yang keberatan dengan hubungan cinta kami.
Atas kesepakatan bersama, aku dan Kak Distan telah mengucap janji suci kami di
depan altar pernikahan. Setelah pernikahan kami itu, aku dan kak Distan
memutuskan tinggal bersama di sebuah apartemen elite di kawasan pusat kota
Amsterdam. Dan kami juga telah memiliki seorang anak laki-laki tampan dan begitu
menggemaskan itu, dialah Rangga.
***
To be continued..
0 Comment:
Posting Komentar