"Ini adalah catatan spesial untuk adik kelasku SMANC1S Angkatan VII. Jangan dilihat sisi buruknya, ambil sisi baiknya sebagai pelajaran, dan jangan ditiru! Semoga dapat menjadi motivasi, aamiin."
Ujian Nasional.. jengjeng! Aku kira, ujian nasional yang bakal aku hadapi ini tak jauh berbeda dengan ujian nasional masa SMP. Jadi, aku melalui masa-masa awal kelas XII yang suram sekaligus menyenangkan itu dengan santai (banget). Bagaimana tidak santai? Aku masih aktif di kegiatan organisasi seperti OSIS, Pramuka, mengurusi buku tahunan sekolah, setidaknya aku juga mengikuti 3 kegiatan yang membuat aku sering (banget) dispen. Yup, enak memang, saat tubuh kita tidak belajar tapi dianggap masuk. Tapi aku rugi, aku banyak meninggalkan pelajaran. Alhasil ulanganku banyak yang tak memuaskan. Aku juga masih sempat-sempatnya bolos jam tambahan persiapan UN dan lain sebagainya. Aku masih menjalani masa-masa kelas XII ini seperti aku waktu duduk manis di bangku kelas XI. Malah aku lebih menikmati masa persahabatanku di kelas XII ini. Santai sekali keledai pemalas ini.
Bodohnya keledai pemalas ini. Bahkan ketika teman-temanku sudah mulai asyik bercumbu dengan buku Detik-Detik, Menit- Menit, dan Jam-Jam, entah apalah namanya itu, aku masih terlena bersenang-senang dengan teman-teman yang sesantai aku menghadapi UN, mereka, iya mereka sahabat sekomplotanku. Entah karena sudah siap menghadapi UN atau memang mereka sejenis denganku. Ya, sesantai itulah aku menghadapi UN, karena aku berpikir UN SMA itu seperti UN SMP yang bisa ditaklukan dengan menutup mata. Ternyata aku SALAH, SALAH BESAR. Bahkan dengan MELEK – pun, aku tidak tahu bisa menaklukan UN atau tidak. Lantas Allah dengan kebaikan-Nya yang Maha Baik menegurku dengan malu yang cukup membayangi melalui sebuah mimpi. Aku memperoleh nilai UN khususnya Fisika, terendah dari semua teman-teman seangkatanku (bersama dengan temanku yang berinisial SN, haha MDDA sekarang bisa kuliah di jurusan Fisika, hebat kan? Tak hanya Fisika, mapel lainpun tak bisa merangkak ke angka 5, hanya mapel bahasa yang bisa aku banggakan. Menyedihkan sekali mimpi itu !
Sebenarnya bukan nilai 1,75 itu yang begitu membayangi, tetapi banyak (banget) teguran dari dewan guru dan teman-temanku, mereka mempertanyakan kenapa siswa yang katanya ganteng (Narsis), pintar bisa mendapat nilai sehina itu. Mungkin aku dianggap sebagai ancaman bagi nama baik sekolah jika tak lulus UN. Tak hanya itu, title siswa “baik-baik” yang aku sandang juga membayangiku. Jabatan masa lalu sebagai orang nomor dua di OSIS apalagi. Belum dengan nilai Biologiku yang nyaris tak ingin aku lihat, bagaimana tidak buat apa Sertifikat Nasional Karya Ilmiahku jika di Biologi saja aku terkapar, apalagi aku punya jabatan di keekskulannya. Malu, malu sekali. Bagaimana kalau aku tidak lulus UN? Apakah aku pantas pernah disebut sebagai siswa baik-baik?
Apa aku layak disandingkan dengan nama-nama lain yang luar biasa yang pernah ada dan berkarya di SMA-ku tercinta ini? Kasihan adik kelasku nanti, menyandang nama besar SMAN 1 Cisarua yang tercoreng gara-gara nama seorang Ari Ramdhani yang UN semudah (?) itupun tak lulus.
"Petiklah hikmah dari cerita diatas."
"Segeralah mempersiapkan diri untuk pertempuran kalian, jangan lengah sepertiku."
... To be continued ...
0 Comment:
Posting Komentar