Aku masih berpegang pada pepatah, tak ada kata terlambat untuk berubah, iyakan? Aku langsung bergerilya memburu soal-soal UN, men-copy catatan teman yang tentunya jauh lebih rajin dariku, bertanya sana-sini, dengan teman, dengan guru, atau dengan siapapun. Aku menjalani hari- hari yang berat menjelang UN, bagaimana tidak berat? Aku terpaksa harus bercumbu dengan rumus-rumus matematika dan fisika yang indah (?), nama-nama ilmiah dari hewan yang bahkan aku belum pernah melihatnya. Aku buat jadwal tiap hari mapel mana yang harus aku apeli. Senin aku berpacaran dengan Biologi, selasa nge-date dengan bahasa Indonesia, rabu aku tak boleh melupakan kimia, kamis aku harus mencoba mencintai fisika, jumat ber-bahasa inggris, dan sabtu aku bercumbu dengan matematika. Begitulah rutinitasku tiap harinya.
Sialnya, seperti kelas XII yang lainnya. Fokusku terbagi! Aku juga harus mempersiapkan Ujian Praktek, Ujian Sekolah, Berbagai TryOut yang sangat mengujiku, dan SNMPTN, serta siap-siap dengan SBMPTN/UM jika aku tak diundang, sedangkan UN-pun aku masih belum apa- apa. Andai aku seperti teman-temanku yang lain yang sudah siap menghadapi medan tempur jauh-jauh hari sebelumnya. Setelah baru mulai beberapa langkah untuk menaklukan UN. Langkahku-pun terhenti sejenak di satu titik ketika aku harus mempersiapkan mau dibawa kemana masa depanku, kuliah atau tidak? Kalaupun kuliah, mau kuliah dimana dan jurusannya apa?
Oke, aku berkaca! Aku seorang IPA, lantas ku baca satu per satu jurusan dikampus hijauku itu, karena hanya anak IPA sajalah yang bisa memasuki kampus impian itu. Ada Fakultas MIPA yang ku lirik, lalu ada deretan nama-nama jurusan keteknikan, rumpun kesehatan, ataupun science murni maupun terapan tak ada satupun yang menggoda ketertarikanku. Ku baca berulang-ulang, lagi-lagi tak ada satupun yang menarik hatiku dan lantas akupun menyerah. Tiba-tiba terbesit, mungkin aku harus kembali ke jiwaku yang sebelumnya, jiwa sosial, haha sudah cukup selama hampir 2 tahun ini aku tersesat di lautan rumus-rumus yang menghinakan aku itu. Aku terjerembab pada kesalahan besar. Itu artinya kampus hijau itu bukan lagi menjadi tujuan utamaku? Ya seperti itulah. Bukankah akan lebih menyenangkan jika engkau menjalani apa yang engkau sukai daripada menyenangkan orang lain dengan menyengsarakan dirimu? Tapi hatiku tak cukup mantap untuk murtad dari dunia sains ini. Dan kebingungan selanjutnyapun hadir.
Akupun teringat, dulu di SD aku pernah jatuh cinta dengan IPS, lalu SMP aku mendalami sekali Matematika-ku, dan di SMA ini aku berfokus diri pada Biologi, dan aku kembali menomor satukan IPB itu karena terdapat jurusan tentang Biologi (Murni), Waw! jurusan yang menurut passing grade bimbel-bimbel termasuk jurusan yang paling diminati. Akupun kembali berkaca! Siapa aku? Anak bau kencur di IPA mau ngambil jurusan yang PG-nya termasuk tinggi walaupun aku tak sepenuhnya percaya dengan PG karena itu buatan bimbel bukan sumber resmi dari penyelenggara SNMPTN ataupun PTN-nya sendiri. Lantas aku meminta pertunjuk dari Yang Maha Kuasa dengan sholat istikharoh, sekali lalu dua kali, tiga kali, dan sampai berkali-kali aku melakukannya tetapi tak kunjung mendapat jawaban. Ya sudahlah, aku putuskan mengambil itu saja. Dan ku taruh Silvikultur sebagai pilihan kedua. Entah karena apa, mungkin hanya karena hobbi, maybe.
Dan untuk pilihan universitas kedua bisa saja ku kosongkan tapi ku pikir isi sajalah, dan harus kupastikan aku tidak akan lolos di pilihan ke-3 dan kupilih Pendidikan Fisika di Universitas Negeri Jakarta. Kau bercanda Ri? Ya sepertinya begitu. Pendaftaran SNMPTN sudah ku lakukan, tinggal menunggu hasilnya.
... Bersambung ...
0 Comment:
Posting Komentar