Tiba-tiba suara sms mengbangunkan tidurku. Ternyata itu dari Tari, aku menarik nafas dan mulai membaca kata per kata sms yang dikirimkannya. Dia memintaku untuk menemaninya kesekolah barunya hari ini. Karena kurasa aku tidak sedang sibuk maka ku iyakan saja ajakannya. Hingga suatu ketika dikantin sekolah yang kosong tanpa pedagang Tari bertanya padaku “Apa yang bisa membuat kita yakin bahwa seseorang itu bisa menjadi jodoh kita, Kak?” Tari duduk di depanku, memandangku cukup lama.
Aku sedikit kebingungan menanggapi tanya yang Tari berikan, sudah sejak lama aku juga mencari jawaban tentang hal yang sama. Bagaimana sebaiknya aku menjawabnya, sementara aku sendiri juga belum sekali pun bisa menemukan jawabannya. Arrgh, kenapa harus kamu yang bertanya itu Tari? Kenapa harus kamu?
“Ayolah Kak. Kamu kan sahabatku. Jangan diamkan aku seperti itu. Bukankah selama ini kamu selalu bisa menjawab semua pertanyaan yang aku berikan. Dan untuk saat ini, aku hanya ingin bertanya tentang itu. Aku benar-benar ingin tahu. Tidak ada yang salah kan dengan itu?”
Ternyata kau hanya menganggapku sahabat Tari. Aku sendiri bingung. Aku sudah mengenalmu jauh lebih lama dari siapa pun. Aku tahu bagaimana kamu ketika kamu masih kecil dulu. Aku sudah menjadi teman, sahabat, bahkan mungkin seperti kakakmu sendiri. Kamu selalu datang padaku dengan setiap cerita suka dan duka yang kamu punya. Bertahun-tahun aku selalu menemanimu, mendengarkan setumpuk kisah cintamu dengan beberapa laki-laki yang sudah pernah kamu panggil sebagai ‘kekasih’, meskipun sejujurnya, sebenarnya aku lebih suka memanggil mereka sebagai kumpulan orang brengsek, yang untuk kesekian kalinya, selalu saja ada dan datang untuk menyakiti dan mengecewakanmu. Aku tidak pernah suka ketika kamu datang padaku, menangis, dan berbicara terbata-bata, mengungkapkan semua rasa sakit dan kekecewaanmu karena mendapat perlakukan yang tidak seharusnya kamu dapatkan.
“Kak Ari.. kok malah diam gitu sih? Gak bisa jawab pertanyaan aku? Atau gak mau? Ayolah Kak, aku sudah disini untuk satu jam dan aku masih saja gak dapat apa-apa.”
Baiklah. Aku akan berusaha menjawab. “Ok. Tari. Bersabarlah sedikit. Aku sedang berusaha mencari jawaban yang tepat. Berikan aku kesempatan untuk berpikir sejenak. Setelah itu, aku janji, aku akan menjawab semuanya.”
“Itu yang aku mau sedari tadi Kak. Jangan buat aku menunggu lama yaa.”
“Tari, kamu mungkin sudah pernah mendengar cerita ini ribuan kali, namun entah kamu masih mengingat cerita ini atau pun tidak. Hampir setiap kali kamu datang ke rumah, dengan segudang cerita patah hati kamu. Aku selalu mengulang cerita ini.”
“Cerita yang mana? Jujur aku gak tahu cerita mana yang kakak maksud. Yang mana kak?”
“Cerita tentang seorang laki-laki yang mencari makna cinta sejati dan jodoh. Kamu masih ingat?”
“Aaaaa. Sebentar-sebentar Kak. Rasanya aku tahu. Sebentar aku ingat-ingat lagi.” Kulihat Tari yang berusaha mengingat-ngingat cerita kecil nan sederhana yang aku seringkali ceritakan padanya. Apakah dia masih mengingatnya? Kuharap dia mengingatnya.
“Dan?” Tak sabar rasanya aku menunggu jawabannya.
“Kak. Rasa-rasanya aku lupa.” Tari tertawa kecil. “Aku bingung. Ya sudah, kak ceritakan lagi ya.”
“Aduh Tari, masa kamu lupa? Ya sudah, kak ceritakan lagi.”
“Makasih ya kak. Aku akan dengan senang hati mendengarkan.”
“Kak harap ini kali terakhir kak cerita ke kamu.”
“Bertahun-tahun yang lalu, ada seorang pemuda yang dengan sengaja bertanya pada salah satu Gurunya, dia bertanya tentang bagaimanakah cinta sejati dan jodoh itu. Melihat keseriusan pemuda yang bertanya pada Guru itu, lalu sang Guru akhirnya menyuruh pemuda tadi mencari sebuah ranting yang terbaik dari pohon yang ada di sekeliling mereka, dan serta merta si pemuda itu pergi ke pohon yang tidak jauh dari tempat mereka bercengkrama.”
“Pemuda tadi berjalan menyusuri pohon-pohon yang ada di sekelilingnya itu dan dia menemukan banyak ranting pohon yang berserakan di atas tanah. Setelah beberapa langkah, dia berjalan ke arah sebuah ranting yang menurutnya masih bersih berwarna kuning keemasan dan sepertinya masih belum lama terjatuh dari pohon. Ranting pohon tadi ternyata benar-benar menarik perhatiannya.”
“Dia berniat mengambilnya untuk segera diserahkan pada Gurunya. Namun tidak berselang lama, dia segera mengurungkan niatnya. Dalam benaknya dia berpikir, pasti masih ada ranting pohon lain yang lebih bagus dari yang sudah dia temukan, dan dia pun bertekad akan terus berjalan lagi untuk menemukan yang lebih baik. Akhirnya pemuda tadi berjalan lagi dan memang masih banyak ranting pohon yang terjatuh namun dia tidak setertarik seperti pada ranting pertama yang dia temukan di awal perjalanannya menyisiri pohon-pohon di sekelilingnya itu. Dan setelah lama mencari, akhirnya pemuda itu pulang kepada Gurunya tanpa membawa apa-apa.”
“Sang Guru pun bertanya pada pemuda tadi, mana ranting pohon yang kamu suka. Pemuda tadi menjawab, aku sesungguhnya sudah menemukan satu ranting yang menurutku sangat menarik, tapi aku mengurungkan niatku, aku masih berharap untuk menemukan yang lebih baik, tetapi akhirnya aku malah tidak menemukan apa-apa.”
“Sang Guru pun tersenyum dan berkata, itulah cinta sejati. Cinta sejati tidak akan kamu dapatkan jika kamu hanya selalu mencari yang terbaik menurut sudut pandangmu saja, tetapi cinta sejati akan kamu dapatkan, ketika kamu sanggup menjalani sebuah proses.”
Kulihat Tari masih tetap memandangku lekat, terlihat siluet wajahnya yang cantik dan Tari terlihat begitu manis. Andaikan saja kamu tahu apa yang aku rasakan saat ini. Aku akan sangat berbahagia dengan itu.
“Lalu kak? Bagaimana dengan ‘jodoh’ yang aku tanyakan tadi. Cerita kak belum benar-benar menjawab pertanyaanku.” Tari duduk lebih dekat denganku, dia mendekap erat boneka sapi berwarna putih yang aku berikan di ulang tahunnya satu bulan yang lalu. Entah kenapa akhir-akhir ini Tari selalu membawanya kemana pun.
“Sabar. Kita masih setengah cerita Tari. Kamu masih tetap mau mendengar kan?”
“Oke. Maaf-maaf. Ayo lanjutin kak. Aku masih penasaran sama lanjutan ceritanya.”
“Ya. Lalu bagaimanakah jodoh itu, sang Guru kembali menyuruh pemuda tadi untuk mencari sebuah pohon yang bagus untuk ditebang. Dan pemuda tadi pun pergi ke hutan yang terdekat. Dia berjalan menelusuri hutan tersebut. Pada suatu saat dia menemukan sebuah pohon yang sangat bagus menurutnya untuk ditebang. Namun seperti yang sudah dia lakukan sebelumnya, dia kembali mengurungkan niatnya.”
“Pemuda tadi kembali menyusuri jalan setapak ditengah hutan, berharap menemukan kembali pohon yang lebih baik dan juga lebih bagus. Namun setelah lama dia berjalan dan hampir keluar dari hutan dia belum menemukan lagi pohon yang menurutnya lebih baik dari yang pertama. Namun ada sebuah pohon yang tidak jauh dari tempatnya berdiri saat itu, yang mungkin tidak lebih baik dari yang pertama. Meskipun begitu, menurutnya masih lebih baik untuk menebangnya saja daripada dia pulang tetapi tidak membawa apa-apa. Dia berpikir bahwa dia tetap membutuhkan sebuah pohon yang harus ditebang untuk dibawanya pulang.”
“Dan akhirnya pemuda tadi pulang menemui sang Guru dengan membawa pulang sebuah pohon yang telah ditebangnya. Sang Guru bertanya keheranan, apakah ini menurutmu pohon yang baik. Pemuda tadi menjawab, sebetulnya pada awalnya ada yg lebih baik tetapi aku lewatkan seperti saat aku mencari ranting pohon tadi. Setelah cukup jauh berjalan aku menemukan pohon ini, yang mungkin dalam kenyataannya tidak jauh lebih baik dari yang pertama aku temukan, tetapi menurutku pohon ini pun masih tetap akan bermanfaat.”
“Sang Guru tersenyum dan berkata itulah jodoh. Bahwa jodoh akan kita dapatkan berdasarkan keputusan kita.”
“Dari cerita tadi Tari, kita akhirnya dapat mengambil satu kesimpulan bahwa cinta sejati merupakan sebuah proses untuk memberikan cinta kita tanpa mengharapkan balasan apapun. Pada hakikatnya jodoh adalah sebuah keputusan atas berbagai pilihan, seperti hidup kita sendiri inipun juga kita jalani atas berbagai pilihan.”
“Kak. Dalam beberapa hal aku bisa setuju dengan apa yang kak ceritakan, tapi kenapa dalam kenyataannya, ketika aku sudah memutuskan seseorang adalah bagian dari kepingan hatiku yang hilang dan berpikir bahwa dia mungkin ‘orang yang tepat’ yang selama ini aku cari. Aku lebih sering mendapatkan kekecewaan.”
“Itu mungkin karena orang-orang yang sudah kamu anggap ‘tepat’ itu, belum benar-benar bisa ‘menerima’ dan ‘memahami’mu seutuhnya Tari. Itu karena mereka tidak pernah merasa puas dan selalu saja menginginkan sesosok lain yang menurut mereka lebih baik. Mereka yang salah Tari. Mereka yang bodoh, karena sudah mengecewakan dan menyakitimu yang sudah benar-benar tulus menyayangi mereka. Mereka yang tidak tahu apa-apa tentangmu Tari. Tidak sepertiku yang sudah bisa menerimamu sepenuh hatiku.”
“Kak? Bisa kak ulang apa yang kak katakan barusan?” Tari terlihat sangat terkejut mendengarkan pernyataanku barusan.
“Aku bisa menerimamu sepenuh hatiku Tari.”
0 Comment:
Posting Komentar