Chrome Pointer

Minggu, 03 Januari 2016

AKU DAN TARI JILID XXII: “TENTANGMU (LANI)”


Petir menyambar, kilatannya tampak jelas di jendela.Aku masih memegang bingkai ini. Kupandangi jam di dinding, sudah jauh melewati tengah malam. Aku menyeka mataku, semuanya berakhir saat ini. Waktu telah mengelabuiku, merabunkan mata dan hatiku.Ya, aku telah ditipu oleh waktu.Betapa saat-saat yang kulalui bersamanya dulu begitu meyakinkan, dan lihatlah kini, waktu telah mematahkan keyakinanku dengan fakta yang begitu meyakinkan pula.‘Kami akan melangsungkan pernikahan minggu depan…’ kalimat itu begitu pasti, begitu meyakinkan, sekaligus menyakitkan.Waktu telah mempermainkanku.

Aku mengerjap beberapa kali untuk mencegah mataku berkabut lagi.  Kuhirup udara dalam-dalam, berusaha bernapas dengan hidung yang seakan disumbati gabus. Aku membuka laci paling bawah di sebelah kiri mejaku, kutatap sesaat pada benda yang menjadi satu-satunya isi laci paling bawah itu. Buku tebal bersampul hitam, catatanku, diary-ku yang tiap lembarnya hanya memuat satu nama saja, Lani. Semua cerita tentangnya tertulis di sini, segala rasa yang kupunya sejak pertama kali perhatianku tersita oleh sosoknya di tahun pertama ketika di kampus dulu, hingga perasanku selama jauh darinya terjabarkan dalam buku ini. Mulai besok, aku tak akan lagi menulis apapun tentang Lani di dalamnya, kisahnya bukan lagi milikku.

Kukeluarkan diary itu dari ruang yang sudah dihuninya hampir lima tahun ini. Aku menyatukannya bersama bingkai yang juga sudah hampir lima tahun tak pernah berpindah dari mejaku. Kutatap kedua benda itu dengan perasaan kosong. Kemudian aku berjalan menuju jendela. Hujan langsung menerpa wajahku begitu kacanya kugeser.

Maafkan pecundang ini, Lani…

Kembali kutatap kedua benda di tanganku. Ketika petir sekali lagi berkiblat terang dan angin dingin menerpa wajahku, dengan hati perih, aku melempar bukuku pada hujan di luar sana.


***

0 Comment: