Chrome Pointer

Jumat, 18 Desember 2015

SANG KHARISMATIK



Sudah lama kita tak lagi memiliki ulama yang kharismatik. Berbeda di zaman dulu, bahkan di saat bangsa kita belum lagi memperoleh kemerdekaan, alangkah banyaknya ulama yang kharismatik. Mereka orang-orang hebat yang menjadi panutan umat atau jamaahnya.

Tutur katanya didengar dan dituruti oleh umat. Seseorang yang berkonsultasi tentang sesuatu biasanya akan menjadi tenteram karena mendapat jawaban yang menyejukkan. Kebenaran terhadap apa yang disampaikan itulah yang menjadi wujud kewibawaan para ulama tempo dulu.

Mereka berbicara dengan apa adanya. Baik dibilang baik, buruk dibilang buruk, tanpa pretensi, dengan cara penyampaian yang menyenangkan. Chkan orang-orang rimdu untuk senantiasa mendengar kata atau ucapan mereka sebagai tausiyah yang menyejukkan relung hati. Lita tentu masih ingat sosok Buya HAMKA yang amat fenomenal itu.

Buya HAMKA yang dikenal sejuk itu ternyata seorang yang nyata-nyata tegas dalam berprinsip. Dalam persoalan khilafiyah misalnya, beliau amatlah toleran, lantaran memang menyangkut perbedaan cara pandang dalam berislam atau beribadah khususnya, sebagaimana sikapnya dalam menghadapi kaum Nahdliyin yang sering terjadi perbedaan dengan kaum Muhammadiyah, sebagai latar belakang Buya HAMKA.

Kedekatannya dengan penguasa juga cukup harmoni, dan beliau amat disegani. Tetapi di saat ada hal yang harus ia diminta "toleran" oleh pihak penguasa atau pihak mana pun, dan itu dianggap bertentangan secara prinsip aqidah maka HAMKA melawan dan bersikukuh bahwa hal itu tak bisa ia lakukan. Beliau memilih mengundurkan diri dari Ketua MUI ketika ada ajakan untuk umat Islam boleh menghadiri acara Natal Bersama di tahun 1980-an.

0 Comment: